| Home | Bacaan Harian | Support Renungan Pagi | Renungan Minggu Ini | Kisah Para Kudus | Katekese Iman Katolik | Privacy Policy |

CARI RENUNGAN

>

Minggu, 21 Juni 2009, Hari Minggu Biasa XII/ Tahun B


Minggu, 21 Juni 2009
Hari Minggu Biasa XII/ Tahun B

"Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?” (Mrk 4:40)


Doa Renungan

Allah Bapa kami di surga, Engkau tidak membiarkan manusia seorang diri, melainkan memperhatikan dan mendampinginya dalam diri Yesus Kristus, sabda-Mu yang kuasa. Kami mohon, janganlah kami Kaujauhkan dari daya bantuan yang Kaujanjikan bagi keselamatan kami. Dengan pengantaraan Kristus Tuhan kami. Amin.

Bacaan Pertama
Pembacaan dari Kitab Ayub (38:1.8-11)

"Di sinilah gelombang-gelombangmu yang congkak akan dihentikan."


1 Dari dalam badai Tuhan menjawab Ayub, kata-Nya, 8 Siapa telah membendung laut dengan pintu, ketika membual ke luar dari dalam rahim? -- 9 ketika Aku membuat awan menjadi pakaiannya dan kekelaman menjadi kain bedungnya; 10 ketika Aku menetapkan batasnya, dan memasang palang dan pintu; 11 ketika Aku berfirman: Sampai di sini boleh engkau datang, jangan lewat, di sinilah gelombang-gelombangmu yang congkak akan dihentikan!
Demikianlah sabda Tuhan
Syukur kepada Allah.

Mazmur Tanggapan PS 835
Ref. Puji, Jiwaku nama Tuhan, jangan lupa pengasih Yahwe
Ayat.
(Mzm 106:23-24.25-26.28-29.30-31)
1. Ada orang-orang yang mengarungi laut dengan kapal, yang melakukan perdagangan di lautan luas; mereka melihat pekerjaan-pekerjaan Tuhan, dan karya-karya-Nya yang ajaib di tempat yang dalam.
2. Ia berfirman, maka dibangkitkan-Nya angin badai yang meninggikan gelombang-gelombang laut. Mereka naik sampai ke langit dan turun ke samudera raya, jiwa mereka hancur karena celaka.
3. Maka, dalam kesesakannya, berseru-serulah mereka kepada Tuhan, dan Tuhan mengeluarkan mereka dari kecemasan; dibuat-Nyalah badai itu diam, sehingga gelombang-gelombang lautpun tenang.
4. Mereka bersukacita, sebab semuanya reda, dan Tuhan menuntun mereka ke pelabuhan kesukaan mereka. Biarlah mereka bersyukur kepada Tuhan karena kasih setia-Nya, karena karya-karya-Nya yang ajaib terhadap anak-anak manusia.

Bacaan Kedua
Pembacaan dari Surat Kedua Rasul Paulus kepada umat di Korintus (5:14-17)

"Sungguh, yang baru sudah datang."

14 Saudara-saudari terkasih, kasih Kristus telah menguasai kami, karena kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati. 15 Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka. 16 Sebab itu kami tidak lagi menilai seorang jugapun menurut ukuran manusia. Dan jika kami pernah menilai Kristus menurut ukuran manusia, sekarang kami tidak lagi menilai-Nya demikian. 17 Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.
Demikianlah sabda Tuhan
Syukur kepada Allah

Bait Pengantar Injil PS 951
Ref. Alleluya, Alleluya
Ayat. Seorang nabi besar telah muncul di tengah kita, dan Allah telah melawat umat-Nya.

Bacaan Injil
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Markus (4:35-40)

"Siapa gerangan orang ini sehingga angin dan danau pun taat kepada-Nya."


35 Sekali peristiwa, waktu hari sudah petang, Yesus berkata kepada mereka: "Marilah kita bertolak ke seberang." 36 Mereka meninggalkan orang banyak itu lalu bertolak dan membawa Yesus beserta dengan mereka dalam perahu di mana Yesus telah duduk dan perahu-perahu lain juga menyertai Dia. 37 Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air. 38 Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: "Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?" 39 Iapun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: "Diam! Tenanglah!" Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. 40 Lalu Ia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?"
Inilah Injil Tuhan kita!
Sabda-Mu sungguh mengagumkan!


Renungan

TAK PEDULIKAH ENGKAU KALAU KAMI BINASA?

Rekan-rekan yang baik!


Setelah menceritakan perumpamaan mengenai benih yang ditaburkan, pelita dan ukuran, benih yang bertumbuh, biji sesawi yang tumbuh menjadi pohon besar, kini Markus mengajak pembaca mendengarkan serangkaian kisah mukjizat yang dikerjakan Yesus. Ia meredakan angin ribut, mengusir roh jahat, menghidupkan kembali anak Yairus dan menyembuhkan perempuan yang sakit pendarahan. Pada hari Minggu Biasa XII tahun B ini dibacakan kisah Yesus meredakan angin ribut yang mengancam perahu yang ditumpanginya bersama para muridnya Mrk 4:35-41.
KISAH MUKJIZAT

Sebelum memasuki kisah itu sendiri, marilah kita tengok tujuan Markus menceritakan kisah-kisah mukjizat dalam Injilnya. Seperti disebut di atas, kisah-kisah itu diletakkan berdekatan dengan bagian-bagian yang menyampaikan pengajaran Yesus. Rupa-rupanya kisah mukjizat disampaikan dengan tujuan agar orang semakin melihat siapa sebenarnya Yesus itu. Pusat perhatian tidak diletakkan pada mukjizatnya sendiri. Kisah mukjizat juga dimaksud untuk membuat pembaca semakin mantap mengikuti Yesus. Dengan kata lain, kisah mukjizat ditampilkan dengan tujuan membuat orang lebih dekat pada diri Yesus dan pengajarannya, dan bukan sebagai kisah ajaib belaka. Boleh kita bayangkan, penyusun Injil seolah-olah berkata, lihat, dia yang pengajarannya telah kalian dengar itu adalah tokoh yang memiliki kuasa besar atas alam, terhadap penyakit dan roh jahat, bahkan terhadap kematian sendiri. Pertanyaan dasar yang sebaiknya dipegang pembaca ialah: apa yang dapat kita tarik keluar mengenai Yesus dari kisah ini?

Itulah kunci memahami kisah mukjizat dalam Injil. Kisah mukjizat bukan dimaksud untuk membuat orang kagum akan kehebatan Yesus. Juga bukan untuk menimbulkan hasrat di kalangan para murid dulu dan sekarang untuk bermukjizat.

Dalam petikan ini diperlihatkan betapa para murid yang terdekat mengalami sendiri bagaimana Yesus mempunyai kuasa atas kekuatan-kekuatan yang menakutkan. Gagasan ini bersumber pada dunia keagamaan Perjanjian Lama. Di situ didapati gambaran mengenai kekuatan Allah yang menguasai gejolak laut dan badai. Boleh diingat Mzm 89:9-10 "Tuhan, Allah semesta alam, siapakah seperti Engkau? Engkau kuat, ya Tuhan, dan kesetiaan-Mu ada di sekeliling-Mu. Engkaulah yang berkuasa atas kecongkakan laut, pada waktu gelombang-gelombangnya naik, Engkau juga yang meredakannya!" Lihat juga Mzm 93:3-4; 106:8-9; Yes 51:9b-10. Badai dan laut memang dihubungkan dengan kekuatan yang selalu mengancam kehidupan orang yang takwa Karena itulah dalam doa-doa Perjanjian Lama, bahaya terbesar biasa digambarkan sebagai badai di lautan. Ini terungkap misalnya dalam doa Mzm 69:15-16: "Lepaskanlah aku dari dalam lumpur, supaya aku jangan tenggelam, biarkan aku lepas dari orang-orang yang membenci aku, dan dari air yang dalam! Janganlah gelombang air menghanyutkan aku..." Itulah kiranya yang dirasakan para murid waktu itu. Dan dalam keadaan ini mereka berseru kepada Yesus. Ia memang meredakan badai. Namun, sebelum mengamati lebih lanjut marilah kita teliti cara pengisahan Markus.

TIDUR DI BURITAN...MEMAKAI BANTAL?

Markus mengisahkan Yesus tidur di buritan - bagian belakang perahu - dengan memakai bantal. Kedua kata itu, buritan dan bantal hanya ada dalam kisah Markus, tidak ditemukan dalam teks Matius dan Lukas. Apakah perbedaan ini berarti? Mudahnya, boleh diduga Markus hendak mengatakan Yesus benar-benar sedang tidur nyenyak! Ini cara Markus membuat pembaca semakin bertanya-tanya. Lho, dalam keadaan gawat seperti itu kok masih bisa tidur lelap, malah pakai bantal segala!

Tetapi boleh jadi Markus juga ingin mengungkapkan hal-hal yang bisa ditemukan bila kisahnya diikuti dengan saksama. Seperti disebutkan di atas, kata "bantal" tidak dijumpai dalam Matius dan Lukas. Boleh jadi kedua penginjil ini tidak memakainya karena menganggap perkaranya sudah jelas. Kata yang diterjemahkan dengan "bantal" itu memang artinya bantal yang biasa kita pakai menyandarkan kepala. Tetapi di sini barang yang berperan sebagai bantal itu ialah semacam papan melintang yang biasanya dipakai duduk atau bersandar oleh orang yang bertugas memegang kemudi. Ini juga jelas karena dikatakan tempatnya di buritan yang tidak disebut oleh kedua Injil lain. Tempat itu biasanya sempit dan hanya bisa diduduki oleh juru mudi - tidak ada cukup ruang untuk orang lain.

Pembaca kini boleh mulai menduga-duga maksud Markus. Apakah ia hendak mengatakan bahwa Yesus bertugas mengemudikan perahu. Bila begitu ia seharusnya mengarahkan ke tempat yang tidak diamuk gelombang. Kok malah enak-enak tidur di situ! Bisa dimengerti mengapa para murid yang ketakutan itu berseru dengan nada kesal, "Guru, tak pedulikah engkau kalau kami binasa?" (ay. 38). Nada kesal ini tidak dijumpai dalam kisah yang sejajar dalam Mat 8:25: Tuhan, tolonglah, kami binasa.", maupun Luk 8:24, "Guru, Guru, kita binasa!" Kedua Injil itu lebih memusatkan pada permintaan tolong dalam ketakutan.

Markus mau memperlihatkan sisi-sisi Yesus dan para murid yang tidak ditonjolkan kedua Injil lainnya. Bisa tidur dengan enak itu bagi orang sekarang dan orang dulu punya arti sama. Hati nurani bersih dan percaya bahwa dilindungi Allah sendiri. Lihat Amsal 3:23-24; Mzm 4 9; Ayub 11:18-19. Yesus di sini manusia yang sedemikian merasa aman. Ia juga berani menyerahkan orang-orang yang mengikutinya berada dalam lindungan Allah sendiri. Tokoh seperti ini memang boleh dikagumi, tapi sekaligus juga membuat gemas orang-orang yang dekat. Kok tak peduli kami bakal mati ketakutan begini! Enak-enak sendiri? Segera sesudah adegan ini kisah berubah. Yesus bangun dan menghardik angin dan membuat danau teduh.

Pembaca akan ingat motif dari Perjanjian Lama mengenai kuasa terhadap kekuatan laut dan badai yang mengancam kehidupan. Ditawarkan dua gambar mengenai sosok Yesus: sosok manusia yang percaya teguh pada lindungan Allah, dan sosok dia yang menjadi tempat Allah memperlihatkan kuasanya atas daya-daya alam yang menakutkan. Pembaca yang jeli bisa memandangi yang satu dan tetap melihat yang lainnya karena memang sama. Inilah hikmat teks Markus.

BADAI KETIDAKPERCAYAAN?

Apakah kisah mukjizat ini dapat dipahami sebagai kiasan bagi keadaan para murid yang terombang-ambing dan ketakutan di tengah badai kehidupan, baik dulu dan sekarang? Memang ada tafsiran seperti ini. Namun, cocokkah kita baca kisah mukjizat ini dengan cara itu? Yesus mengatakan bahwa mereka sebenarnya kurang percaya. Memang kisah-kisah Kitab Suci lebih mudah dibaca dengan mengenakan skema "percaya" lawan "tak percaya", lebih-lebih bila di dalam petikan ini sendiri kata-kata itu dipakai.

Seperti dua Injil lainnya, Markus menghubungkan ketakutan para murid dengan sikap kurang percaya. Kurang percaya kepada siapa? Pembaca bisa jadi segera berpikir mengenai sikap kurang percaya kepada kehadiran Yesus. Tetapi sebenarnya Injil mau mengajarkan hal yang lebih dalam. Di situ ditonjolkan perbedaan antara sikap Yesus yang pasrah dan bisa tidur enak di tengah-tengah ancaman badai dan ombak di satu pihak dan para murid yang mudah guncang di lain pihak. Inilah yang kiranya hendak diperlihatkan dalam kisah mukjizat ini. Para murid diminta agar belajar bersikap tenang dalam bahaya. Bukannya tak peduli, melainkan seperti yang terjadi pada diri Yesus. Ia gambar orang yang percaya, yang merasa sepenuhnya berada dalam lindungan ilahi.

Memang tak dapat disangkal bahwa di sini juga diajarkan sikap percaya kepada Yesus. Tetapi tentunya yang dimaksud ialah percaya kepada dua sisi Yesus ini: dia yang sedemikian pasrah kepada Yang Maha Kuasa itu dan dia yang mampu membungkam badai.

Ay. 41 mengungkapkan pertanyaan para murid satu sama lain "Siapa sebenarnya orang ini, sehingga angin dan danau pun taat kepadanya?" Pertanyaan ini tak perlu dijawab dengan gampang dengan pernyataan-pernyataan teologis yang besar yang lazim kita ucapkan: ia itu Anak Allah, Mesias, Penyelamat, meski semuanya benar. Kisah ini juga memberi jawaban sederhana tapi mendalam: ia itu orang yang bisa sepenuhnya menyerahkan diri kepada lindungan ilahi

Sebuah amatan lagi. Matius dan Lukas hanyalah mengatakan bahwa Yesus membentak badai dan gelombang, tapi Markus menyampaikan hardikannya dalam bentuk kutipan: "Diam! Tenanglah!". Kata yang kedua itu lebih daripada hanya menyuruh reda. Secara harfiah artinya "terberanguslah!", seperti moncong ular naga yang tadinya terbuka mengancam dan kini diikat rapat. Dalam sastra Ibrani dan sekitarnya, badai dan ombak dibayangkan sebagai ular naga raksasa yang menghujat wibawa ilahi yang telah mengatur jagat ini. Kekuatan-kekuatan yang mengacaubalaukan itulah yang disuruh diam dan terberangus. Bila jalan pikiran ini diikuti, akan jelas bahwa bukan tiap kesulitan hidup boleh dibaca sebagai badai yang hanya bisa ditenangkan oleh kekuatan ilahi. Hanya yang menggugat wibawa ilahilah yang akan disuruh diam dan diikat mulutnya, hanya yang mau mengacaukan wibawanya. Para murid diajak membeda-bedakan badai yang hanya dapat diatasi kekuatan ilahi sendiri: badai ketidakpercayaan.

DARI BACAAN KEDUA 2Kor 5:14-17
Kemanusiaan Baru


Dalam petikan ini Paulus berusaha membuat orang-orang di Korintus menemukan siapa itu Kristus bagi kehidupan mereka, bagi kemanusiaan. Ia bukan lagi yang bisa dikenali sebagai manusia semata-mata, betapa luhurnya, betapa besarnya, betapa kuatnya kepribadiannya. Ini semua tidak cukup guna memahami Dia yang ada di tengah-tengah orang yang percaya. Cara yang lebih cocok ialah melihatnya sebagai dia dapat membawa kemanusiaan menjadi yang sungguh dimaui oleh Pencipta. Kristus menjadi ciptaan baru yang sudah mulai. Barangsiapa mengikutinya akan menjadi ciptaan baru.

Dalam gagasan Paulus, Allah Yang Mahakuasa itu tidak meninggalkan manusia melainkan yang membuatnya bisa mendekat kepada-Nya. Orang kini bisa mulai memandangi kehidupan bukan semata-mata dari sisi dan perhitungan manusiawi belaka. Di situlah letak kekuatan untuk menjalani kehidupan dengan segala permasalahannya.


Salam hangat,



A. Gianto


Renungan


"Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?”

Di sebuah rumah sakit ada seorang pasien yang harus menjalani operasi berhubung dengan sakit yang dideritanya. Ketika pasien tersebut diberi tahu akan dioperasi maka nampak pucat dan ketakutan. Beberapa waktu setelah informasi tersebut seorang perawat mencek tekanan darah yang bersangkutan, dan ternyata tekanan darah pasien cukup tinggi, maka tindakan operasi ditunda. Hal itu terjadi di pagi hari, dan sorenya pasien dicek tekanan darahnya lagi dan ternyata masih tetap tinggi, maka dokter memutuskan untuk memberi obat penenang serta minta saudara-saudari pasien untuk mempersiapkan saudaranya yang sedang sakit tersebut agar tidak takut dioperasi. Orang yang sedang dalam ketakutan memang mengalami kenaikan tekanan darah dan pada umumnya juga mudah marah, pesien dalam tekanan darah tinggi tak mungkin untuk dioperasi. Takut rasanya pernah kita alami dan kiranya dalam situasi dan kondisi hidup yang sarat dengan tantangan, hambatan dan perjuangan masa kini cukup banyak orang menjadi takut. Gelombang kehidupan begitu menggoncang dan membuat banyak orang tidak tenang serta ketakutan.


"Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?” (Mrk 4:40)

“Pada hari itu, waktu hari sudah petang, Yesus berkata kepada mereka: "Marilah kita bertolak ke seberang.”(Mrk 4:35). Menyeberangi danau yang cukup luas diwaktu malam kiranya terasa sepi dan menakutkan, apalagi ketika taufan dahsyat yang mengombang-ambingkan perahu yang sedang ditumpanginya. Itulah yang sedang terjadi dan dialami oleh para rasul bersama dengan Yesus yang sedang tertidur. Dalam ketakutan dan kerja keras mengayuh perahu para rasul berkata: “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa? Ia pun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: "Diam! Tenanglah!" Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. Lalu Ia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?" (Mrk 4:38-40). Para rasul tidak percaya bahwa Yesus berada di tengah-tengah mereka dan bersama denganNya pasti tidak akan binasa karena taufan dahsyat.

Tuhan hadir dimana-mana dan kapan saja terus menerus di dalam kehidupan dan kebersamaan kita, maka baiklah ketika kita harus menghadapi aneka tantangan, hambatan dan pekerjaan berat marilah kita sadari dan hayati kehadiran dan karyaNya, Tuhan yang senantiasa mendampingi atau menyertai hidup, kerja, kesibukan dan pelayanan kita. Dengan kata lain marilah dalam dan semangat iman kita hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kita lihat, temui dan hayati kehadiran dan karya Tuhan dalam hidup sehari-hari, antara lain dalam diri sesama dan saudara-saudari kita yang berkehendak baik. Lihat, cari dan hayati apa yang baik, indah, mulia dan benar di dalam sesama dan lingkungan hidup kita dengan rendah hati dan dalam keheningan.

Kita renungkan dan refleksikan sabda Yesus : ”Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?”. Takut antara lain berarti kinerja syaraf dan metabolisme darah kita lemah dan dengan demikian penakut akan mudah terserang oleh berbagai penyakit atau hati, jiwa, akal budi dan tubuh tidak segar dan sehat dan dengan demikian akan hidup ngawur. Sebaliknya jika kita tidak takut berarti hati, jiwa, akal budi dan tubuh kita sehat dan segar bugar dan dengan demikian kita akan mampu melihat aneka kemungkinan dan kesempatan untuk mengatasi aneka tantangan dan hambatan. Beriman berarti juga tidak takut terhadap apapun, karena bersama dengan Tuhan kita akan mampu mengatasi segalanya. Apa yang baik, indah, luhur dan mulia adalah berasal dari Tuhan dan dengan demikian tentu menarik dan mimikat kita sehingga kita tidak takut, sedangkan apa yang jahat, jelek atau jorok adalah berasal dari setan dan kita tidak perlu takut karena bersama Tuhan kita pasti mampu mengatasinya, Tuhan menang atas setan.

“Sebab kasih Kristus yang menguasai kami, karena kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati.Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka “ (2Kor 5:14-15)

Kita dipanggil untuk hidup bukan untuk diri kita sendiri, tetapi untuk Dia, Tuhan, yang berarti hidup bagi keselamatan dunia seisinya, kesejahteraan dan kebahagiaan seluruh umat manusia. Di dalam hidup beriman atau menggereja ada empat pedoman yang kiranya harus dihayati baik dalam hidup beriman, bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara, yaitu: (1) kemandirian, (2) subsidiaritas, (3) solidaritas dan (4) keberpihakan kepada mereka yang miskin dan berkekurangan, maka baiklah secara singkat dan sederhana saya coba menguraikan empat pedoman tersebut:

(1) Kemandirian. Mandiri berarti tidak tergantung pada siapapun dan dapat bekerja sendiri dengan baik, namun hendaknya tetap dihayati bersama dan bersatu dengan Tuhan. Apa saja atau segala sesuatu yang memungkinkan kita dapat mandiri merupakan anugerah atau kasih karunia Tuhan, maka jika dapat mandiri hendaknya tetap rendah hati serta tidak menjadi sombong.

(2) Subsidiaritas. Subsidiaritas berarti terjadi pembagian tugas atau pendelegasian, dan hal ini pada umumnya harus dilakukan oleh para pimpinan atau atasan. Pembagian tugaa atau pendelegasian didasari atau kepercayaan, pemimpin atau atasan percaya bahwa bawahan atau anggotanya mampu melakukan apa yang ia tugaskan atau delegasikan kepada mereka. Ketika tugas sudah didelegasikan kepada orang lain hendaknya tidak terlalu banyak campur tangan, memang jika nampak akan terjadi sesuatu tindakan yang dapat merangsang ke perilaku dosa maka pemimpin atau atasan dapat mengingatkan atau menegornya. Subsidiaritas juga merupakan bentuk penterjemahan penghayatan kepempimpinan partisipatif.

(3) Solidaritas. Solidaritas terjadi pada tingkatan yang kurang lebih sama atau sejajar, dimana orang saling membantu atau bekerja sama atau bergotong-royong dalam melakukan sesuatu. Solidaritas berasal dari akar kata bahasa Latin ‘solido/solidare’ yang dapat berarti memperkuat, mengukuhkan, menegakkan, meneguhkan, maka menghayati solidaritas berarti saling memperkuat, mengukuhkan, menegakkan dan meneguhkan. Solidaritas dapat diwujudkan dalam bentuk tenaga, harta benda, uang atau kehadiran, dst..

(4) Keberpihakan kepada mereka yang miskin dan berkekurangan. Penghayatan pedoman ini kiranya merupakan bentuk hidup bagi yang lain yang konkret dan menantang. “Maka sekarang, sama seperti kamu kaya dalam segala sesuatu, -- dalam iman, dalam perkataan, dalam pengetahuan, dalam kesungguhan untuk membantu, dan dalam kasihmu terhadap kami -- demikianlah juga hendaknya kamu kaya dalam pelayanan kasih ini. Aku mengatakan hal itu bukan sebagai perintah, melainkan, dengan menunjukkan usaha orang-orang lain untuk membantu, aku mau menguji keikhlasan kasih kamu. Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya” (2Kor 8-7-9) Marilah meneladan Yesus yang berpihak kepada mereka yang miskin dan berkekurangan untuk memperkaya mereka.


“Maka Ia mengatakan hendak memusnahkan mereka, kalau Musa, orang pilihan-Nya, tidak mengetengahi di hadapan-Nya, untuk menyurutkan amarah-Nya, sehingga Ia tidak memusnahkan mereka. Mereka menolak negeri yang indah itu, tidak percaya kepada firman-Nya. Mereka menggerutu di kemahnya dan tidak mendengarkan suara TUHAN. Lalu Ia mengangkat tangan-Nya terhadap mereka untuk meruntuhkan mereka di padang gurun” (Mzm 106:23-26)

Jakarta, 21 Juni 2009


Ignatius Sumarya, SJ

Renungan Pagi

terima kasih telah mengunjungi renunganpagi.id, jika Anda merasa diberkati dengan renungan ini, Anda dapat membantu kami dengan memberikan persembahan kasih. Donasi Anda dapat dikirimkan melalui QRIS klik link. Kami membutuhkan dukungan Anda untuk terus menghubungkan orang-orang dengan Kristus dan Gereja. Tuhan memberkati

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy