APP KAJ 2010: Sub Tema II: Pilihan Jalan Hidup (Mat 19: 16-26)

APP 2010:
Sub Tema II: Pilihan Jalan Hidup
(Mat 19: 16-26)

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius (19:16-26)
Ada seorang datang kepada Yesus, dan berkata: "Guru, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" Jawab Yesus: "Apakah sebabnya engkau bertanya kepada-Ku tentang apa yang baik? Hanya Satu yang baik. Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah." Kata orang itu kepada-Nya: "Perintah yang mana?" Kata Yesus: "Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, hormatilah ayahmu dan ibumu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Kata orang muda itu kepada-Nya: "Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?" Kata Yesus kepadanya: "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku." Ketika orang muda itu mendengar perkataan itu, pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya. Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah." Ketika murid-murid mendengar itu, sangat gemparlah mereka dan berkata: "Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?" Yesus memandang mereka dan berkata: "Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin."
Demikianlah Injil Tuhan
Terpujilah Kristus


Oleh: M. Muliady Wijaya -- Reginacaeli.org


Kehidupan beriman yang “ideal’ itu nampak pula dalam ungkapannya berikut ini. Ketika disuruh menuruti perintah Allah, orang muda itu mau tahu lebih lanjut: “Perintah mana?” Setelah diberi tahu soal sepuluh perintah Allah dan perintah utama kasih, ia pun menjawab: “Semua itu telah kuturuti, apa lagi yang kurang?” Ia tampak tidak puas dengan hanya ‘tidak melanggar’ larangan-larangan sepuluh perintah Allah itu ataupun sekedar menjalankan hukum utama untuk mengasihi. Ia terdorong ingin lebih, ingin berbuat sesuatu yang dinilainya paling berharga dan menjadi jaminan untuk hidup kekal. Luar biasa!

Tetapi, jawaban tak disangka-sangka tiba-tiba menghenyakkannya. Yesus berujar: “Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.” Kontan saja, kata-kata Yesus itu membuat orang muda itu pergi dengan sedih. Alasan yang disebut: sebab banyak hartanya!

Nah, lho! Apakah untuk memperoleh hidup kekal tidak boleh punya harta dan kekayaan? Lantas bagaimana dengan kita yang hidup saat ini, yang notabena begitu sulit untuk dapat bertahan hidup kalau tidak punya uang dan harta? Agaknya ucapan Yesus itu perlu kita simak dengan lebih jeli dan perlu pula ditempatkan pada konteks keadaan nyata pada saat itu.

Pandangan Yahudi tentang Kekayaan

Pandangan yang paling lazim di kalangan Yahudi (termasuk cukup banyak orang Kristen masa kini) ialah: kemakmuran ekonomis dan kesejahteraan dinilai sebagai anugerah Allah. Harta milik menjadi tanda orang tersebut diberkati Allah. Kemakmuran di dunia dinilai sebagai semacam pendahuluan ‘hidup’ dan ‘kebahagiaan kekal’. Maka, orang kaya adalah orang yang diberkati Allah, orang yang berkenan di hadapan Allah. Konsekuensi pandangan seperti ini adalah bahwa penderitaan (kemiskinan) dan sakit penyakit adalah karena “dosa”, “hukuman”, “tidak diberkati”.

Maka, kita perlu memahami kata-kata Yesus itu dalam latar belakang ini. Yang dikatakan Yesus kepada orang muda itu ada lima hal: pergi, jual segala milik, beri kepada orang miskin, datang ke mari, dan ikut Yesus. Bila kita telaah, inti permintaan Yesus untuk sempurna bukanlah “menjual harta milik dan bagi kepada orang miskin”. Sebab, Yesus tidak berhenti di situ! Kalau itu yang menjadi intinya berarti “datanglah kemari dan ikutlah Aku” tidak penting lagi. Dengan kata lain, jual harta dan bagi kepada orang miskin bukanlah syarat untuk sempurna. Syarat sempurnanya adalah datang ke Yesus dan ikut Dia. Hanya dengan mengikuti Yesus, taat pada kehendak Allah, hidup dengan Allah yang meraja, orang baru sempurna.

Nah, bagi orang muda itu, supaya betul-betul dapat ikut Yesus, dia terlebih dahulu harus “menjual hartanya dan membaginya kepada orang miskin”. Yesus tahu benar, pandangannya terhadap harta itu telah menghambat dia untuk ikut Yesus. Alhasil, orang muda itu pun pergi dengan sedih sebab banyak hartanya. Ini bukan pertama-tama karena ia tidak mau melepaskan hartanya, tetapi terutama karena sikap atau pandangannya terhadap harta (sebagaimana kebanyakan orang Yahudi lainnya) yang menganggap itu semua sebagai tanda bahwa ia diberkati. Menjual semua harta dan membagikannya kepada orang miskin sama saja dengan menolak atau membuang berkat Allah. Maka, perintah Yesus itu sangat mengecewakan orang kaya yang bersemangat itu. Guru ini ternyata bukan mengajarkan perbuatan yang baik; ajarannya bertentangan dengan pandangannya tentang kekayaan.

Pandangan para murid ternyata tak beda pula dengan pandangan orang kaya itu. Lihatlah, ketika Yesus kemudian berkata “…sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga… lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum…”, para murid gempar dan berujar: “Jika demikian, siapakah yang dapat diselematkan?” Ucapan para murid itu mengungkapkan: jika orang kaya yang diberkati Allah saja sukar masuk Kerajaan Sorga, apalagi orang miskin yang tidak diberkati Allah.

Harta/Kekayaan adalah Netral


Jadi, yang membuat orang muda itu tak bisa ikut Yesus adalah pandangannya tentang harta kekayaan. Itulah penghambatnya untuk bisa berbagi kepada orang miskin. Maka Yesus minta ‘jual’ dulu harta yang dipandang seperti itu (baca: tinggalkan penilaian/pandangan itu!).

Hal ini penting, supaya jangan beranggapan kalau mau ikut Yesus harus jual harta dulu dan bagi kepada orang miskin. Selama tak menghambat, apalagi kalau malah sungguh mendukung, tak perlu jual harta itu!

Harta pada dirinya sendiri adalah baik-baik saja (netral). Sebagai perbandingan, misalnya, dapat didalami perumpamaan tentang talenta (Mat 25: 14-30). Dalam perumpamaan itu, hal Kerajaan Sorga sama seperti tuan yang mempercayakan hartanya kepada hamba-hambanya sesuai dengan jumlah masing-masing. Justru hamba-hamba yang mampu menghargai talenta yang diberikan dan menggandakannya dipuji oleh tuan sebagai orang yang setia dalam perkara kecil dan akan diberi tanggung jawab dalam perkara yang besar. Sebaliknya, hamba yang hanya mendapat satu talenta lalu menyimpan talenta itu karena menganggap tuannya kejam, dicela oleh tuannya sebagai jahat, malas, dan tidak berguna, yang kemudian talenta itu diambil kembali untuk diserahkan kepada orang lain yang dapat menghasilkan laba (buah-buah). Jadi, harta adalah netral. Yang penting adalah digunakan secara tepat untuk menghasilkan laba yang dapat dipersembahkan kepada Sang Penitip Harta.

Jelas sudah, silahkan kaya-raya! Tapi, ingatlah, jangan sampai harta atau kekayaan itu menjauhkan kita dari Tuhan; jangan sampai harta dan kekayaan itu membuat kita menjadi tinggi hati dan meremehkan orang lain; jangan sampai harta dan kekayaan itu memperbudak kita; jangan sampai gara-gara harta dan kekayaan itu kita melupakan hidup yang terarah pada hidup kekal. Bukankah kita akan kembali dengan telanjang; sedangkan harta dan keayaan cuma menjadi “embel-embel” yang hanya akan membedakan upacara kematian yang ujungnya sama: berhadapan muka dengan muka di takhta Allah? Dengan memiliki harta dan kekayaan kita mempunyai fungsi tertentu dalam rancangan keselamatan Allah. Kita dipanggil untuk menggunakan harta dan kekayaan itu untuk lebih lagi membangun Kerajaan Allah, menampilkan wajah Allah yang berbelas kasih kepada orang-orang yang kurang beruntung, yang setiap saat dihadirkan Allah di hadapan kita untuk menyempurnakan iman kita.

Maka, melalui harta dan keayaan yang kita miliki, marilah kita terus mencari cara supaya nama Allah semakin dipermuliakan. Melalui harta dan kekayaan, biarlah orang miskin, lemah, dan tak berdaya, merasakan uluran kasih Tuhan. Kita menjadi perpanjangan tangan Allah, kita menjadi saluran berkat dan kita menghadirkan wajah Allah yang berbelas kasih.

Kalau begitu halnya, maka janji Yesus ini akan menjadi milik Anda: “Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan.”

terima kasih telah mengunjungi renunganpagi.id, jika Anda merasa diberkati dengan renungan ini, Anda dapat membantu kami dengan memberikan persembahan kasih. Donasi Anda dapat dikirimkan melalui QRIS klik link. Kami membutuhkan dukungan Anda untuk terus menghubungkan orang-orang dengan Kristus dan Gereja. Tuhan memberkati

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy