| Home | Bacaan Harian | Support Renungan Pagi | Renungan Minggu Ini | Kisah Para Kudus | Katekese Iman Katolik | Privacy Policy |

CARI RENUNGAN

>

Katekese: Yang Ideal, Bukan Utopia

Beato Yohanes Paulus II menulis Amanat Apostolik Familiaris Consortio (Persekutuan Keluarga). Di dalamnya dijelaskan posisi keluarga kristiani, khususnya tentang makna-peran perkawinan dan di keluarga di dunia modern. Dokumen yang secara resmi diumumkan pada 22 November 1981 ini menegaskan kembali Konstitusi Pastoral tentang Gereja di dunia modern (Gaudium et Spes). Singkatnya, Gereja ingin mendorong keluarga-keluarga kristiani, agar menjadi keluarga ideal pada zaman ini. Yang ideal adalah cita-cita yang hendak dicapai, bukan sekadar utopia belaka.  

    Ideal berarti: Pertama, hidup seturut jati dirinya. Jati diri keluarga ditemukan dalam rencana Allah Pencipta dan Penebus (FC, 17). Allah mencipta karena cinta. Allah menebus karena cinta. Hakikat dan peranan keluarga memiliki keunikan yang tak mungkin tergantikan oleh media secanggih apa pun, yakni cinta kasih. Keluarga lahir dari cinta kasih Allah sendiri, yang ikatannya bagaikan Roh Kudus yang mengikat cinta kasih Bapa dan Putra. Inilah perwujudan keterlibatan Allah dalam lembaga perkawinan, yakni cinta kasih. Maka, keluarga memiliki tugas perutusan untuk menjaga, mengajarkan dan menghayati cinta kasih itu. Keluarga adalah sekolah cinta kasih. Dari akar keluargalah, anak-anak belajar mencintai. Gaudium et Spes, 48 menegaskan bahwa keluarga merupakan gambaran dan partisipasi cinta kasih antara Kristus dan Gereja.  

     Kedua, berpegang teguh pada janji perkawinan. Allah sendirilah pencipta perkawinan (GS, 48). Maka, pria dan wanita, yang dalam janji perkawinan telah menjadi 'bukan lagi dua, melainkan satu daging' (Mat 19:6) hendaknya saling bekerjasama, membantu dan melayani berdasarkan ikatan mesra antar pribadi untuk saling berserah diri. Kristus sendiri menjadi Mempelai Gereja menyambut pasangan suami istri dengan berkat-Nya, tinggal dalam keluarga dan menyerahkan diri untuk keluarga (dalam keluarga kudus di Nazaret), supaya mereka diteguhkan dan dibantu dalam tugas yang luhur sebagai ayah-ibu. Pasangan suami istri hendaknya saling menguduskan, dengan meresapi serta menghayati iman, harapan dan cinta kasih. Tugas orang tua juga memberikan pendidikan agama kepada anak-anak mereka. Anak-anak memiliki kewajiban membantu orang tua, khususnya pada saat-saat kesulitan dan kesepian usia lanjut. Akhirnya, mesti dihidupkan dan dibiasakan berbagi kekayaan rohani (sharing) dengan keluarga-keluarga lain dalam kebesaran jiwa. 

 Ketiga, memiliki hubungan yang intensif (FC, 15). Di dalam kehidupan keluarga inti, sangat penting menghidupi hubungan pribadi (personal) antar-pasangan suami istri, orang tua dan anak, saudara-saudari sekandung. Hubungan yang intensif dan personal itu tidak saja dimotivasi dan dihidupi secara manusiawi, tetapi juga secara Ilahi. Dengan demikian, keluarga diangkat dan disucikan menjadi keluarga Allah, yakni Gereja. Dokumen tersebut menegaskan bahwa keluarga merupakan Gereja Mini (Ecclesiola) atas dasar Sakramen Baptis yang membawa kelahiran kembali, berkat daya kuasa penebusan, wafat dan kebangkitan Krisuts. Dengan demikian, anak-anak yang lahir dari buah kasih pasangan suami istri juga harus dibaptis dan dididik secara Katolik, sehingga hubungan atas dasar ikatan iman tetap terjamin. 

 Keempat, menghidupi nilai-nilai luhur perkawinan (GS, 47). Kesucian martabat perkawinan disuramkan oleh poligami, perceraian, percintaan bebas (selingkuh). Selain itu, nilai-nilai luhur yang menjadikan perkawinan sungguh bermartabat masih dicemari oleh sikap egois, gila kenikmatan dengan ulah-ulah yang tak pantas dalam hubungan pasangan suami istri (intimitas). Kondisi tersebut diperparah oleh kondisi sosial, ekonomi, dan psikologis rentan dalam zaman yang serba permisif ini. Keluarga bisa kehilangan suasana rukun dan damai, karena pengaruh keadaan lingkungan sosial yang kurang kondusif, atau kondisi ekonomi keluarga secara keseluruhan, atau bahkan pengaruh labilitas psikologis para anggotanya. 

 Untuk itu sangatlah penting mempertahankan kerukunan dan kegembiraan di dalam keluarga, sebab keselamatan tak dapat dilepaskan dengan upaya-upaya semacam itu.

Ditulis oleh: Adrian Pristio, O.Carm (Cafe Rohani Edisi Januari 2014)

terima kasih telah mengunjungi renunganpagi.id, jika Anda merasa diberkati dengan renungan ini, Anda dapat membantu kami dengan memberikan persembahan kasih. Donasi Anda dapat dikirimkan melalui QRIS klik link. Kami membutuhkan dukungan Anda untuk terus menghubungkan orang-orang dengan Kristus dan Gereja. Tuhan memberkati

renunganpagi.id 2024 -

Privacy Policy