Gua Betlehem
Mengapa, Sabda Tuhan yang Abadi, yang membahagiakan tanpa batas dan selamanya, berkenan untuk mengambil alih keadaan umat manusia yang telah jatuh? tanya Bossuet. Mengapa Dia harus memilih dunia yang tidak berarti ini, sebuah planet yang nyaris tak terlihat di antara berjuta-juta benda langit yang sangat besar, sebagai tempat terjadinya keajaiban kehidupan kasih-Nya? Karena alasan yang sama, jawab Bossuet, yang mendorong Dia, setelah Dia menjadi manusia, untuk memilih desa Nazareth yang kecil dan tidak dikenal di Galilea sebagai tempat kelahiran-Nya daripada Roma, pusat kekuasaan, atau Athena, pusat kekuasaan, pembelajaran, atau Yerusalem, ibu kota negara Israel. Dunia kita adalah Nazareth ciptaan, salah satu planet terkecil di cakrawala.
Terlebih lagi, Tuhan tidak memilih untuk dilahirkan di rumah yang miskin namun relatif nyaman di Nazareth. Dia lebih suka dilahirkan di kota asing Betlehem. Itu adalah tempat lahirnya garis keturunan leluhur-Nya, namun hal itu tidak memberikan sambutan kepada-Nya dan memaksa-Nya untuk dilahirkan di sebuah kandang yang dingin dan kumuh di atas jerami di palungan. Tuhan tidak memedulikan keagungan manusia. Kekuasaan dan keagungan-Nya bersinar lebih terang melalui betapa tidak pentingnya benda-benda dan sarana-sarana yang Dia gunakan untuk menggenapi tujuan-Nya. Sungguh konyol membayangkan bahkan untuk sesaat pun bahwa Dia membutuhkan bantuan manusia untuk melaksanakan rencana-Nya. Allah memilih hal-hal yang lemah di dunia untuk mengacaukan yang kuat. (Missale Romanum, Nona Virg.et Mart)